PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar
1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi
konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab,
mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan
mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat,
dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik
Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan
terutama anggota PWI.
PENAFSIRAN
PEMBUKAAN
Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani
wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang
dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan
konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang
dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib dijunjung tinggi dan
dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran
merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat negara
kesatuan Republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap
wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam
menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran.
Wartawan bersama seluruh masyarakat, wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat.
Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan,
apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik,
dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas
profesi tersebut.
Mengingat perjuangan wartawan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia, maka selain
bertanggungjawab kepada hati nuraninya, setiap wartawan wajib
bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa
dan Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya
sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Sadar akan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya itu, dan untuk
melestarikan kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat serta
kepercayaan masyarakat, maka dengan ikhlas dan penuh kesadaran wartawan
menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib ditaati dan diterapkan.
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
PENAFSIRAN
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan
keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan
terpercaya.
Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I
Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan
memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran,
nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1
Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
Pancasila taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap
independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN
PASAL I
1. Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus
senantiasa dilandasi, dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh
nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi
Negara.
2. Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
• Berani membela kebenaran dan keadilan;
• Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
• Bersikap demokratis
• Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
• Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi
harkat-martabat manusia dengan menghormati orang lain, bersikap
demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial.
3. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan
negara adalah, wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja
bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan
untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara;
4. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai
dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi
dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5. Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur :
• Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
• Terampil dalam menerapkannya;
• Tata cara pengujian yang obyektif;
• Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
PASAL 2
Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana
mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan,
gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa,
menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan
yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi
terhadap jenis kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN
PASAL 2
Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolok ukur :
Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah
memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer, dan
berita yang bersifat spekulatif.
Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan
suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu
memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama,
Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia
menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras
dan antargolongan.
PASAL 3
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan,
memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan
sensasional.
PENAFSIRAN
PASAL 3
1. Yang dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat
secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang
membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan
kemampuan berpikir khalayak.
3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan
atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan,
sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas,
pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan
sikap serta langkah yang tepat.
4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau
tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan.
5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
7. Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan.
PASAL 4
Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan
untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan,
gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau
merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN
PASAL 4
1. Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk
materi, uang, atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau
tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan
di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah perbuatan tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di
media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau
pariwara.
BAB II
CARA PEMBERITAAN
PASAL 5
Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan
ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini.
Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan
menggunakan nama jelas penulisnya. Penyiaran karya jurnalistik
rekaulang dilengkapi dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa
yang ditampilkan.
PENAFSIRAN
BAB II
CARA PEMBERITAAN
PASAL 5
1. Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah
menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara
proporsional.
2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan,
penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran
dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan.
3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang
wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta.
Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka
berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya.
PASAL 6
Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi,
kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN
PASAL 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan
harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang.
Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
PASAL 7
Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan prinsip adil, jujur,
dan penyajian yang berimbang serta menghormati asas praduga tak
bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji
kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian
yang berimbang serta.
PENAFSIRAN
PASAL 7
Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan
sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada
putusan tetap pengadilan.
Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau
sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam
pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan
penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun
yang memberatkan.
Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan.
Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan.
PASAL 8
Wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
PENAFSIRAN
PASAL 8
Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak
memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik
wajah, tempat kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal, namun
boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah-kaidah ini
juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan di bawah umur (di bawah 16
tahun).
BAB III
SUMBER BERITA
PASAL 9
Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk
memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara
dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita,
kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
PENAFSIRAN
BAB III
SUMBER BERITA
PASAL 9
1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata
yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, a
priori, dan sebagainya, terhadap sumber berita.
2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria.
3 Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan
terang-terangan sehingga sumber berita memberi keterangan dengan
kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut.
(Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita
peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan
khas (features), dan berita pendalaman (in-depth reporting).
Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting),
pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut
identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada
sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan
tugas kewartawanan kepada sumber berita.
PASAL 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat
setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf,
dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau
obyek berita.
PENAFSIRAN
PASAL 10
Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberitakan.
Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi
pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita
sebelumnya.
PASAL 11
Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas
serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita .
PENAFSIRAN
PASAL 11
1. Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan
berita. Karena itu, wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan
cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan
kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait.
Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah
wujud iktikad, sikap dan perilaku jujur dan adil setiap wartawan
profesional.
2. Sumber berita dinilai memiliki kewenangan bila memenuhi syarat-syarat:
Kesaksian langsung.
Ketokohan/Keterkenalan
Pengalaman.
Kedudukan/jabatan terkait.
Keahlian.
PASAL 12
Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN
PASAL 12
Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa
menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
PASAL 13
Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk
melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin
diketahui. Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada
wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN
PASAL 13
1. Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas
permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya
sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data.
2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya.
3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya
hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan
kata-kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini,
wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan atau
penyiaran berita tersebut.
PASAL 14
Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan
tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan
sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
PENAFSIRAN
PASAL 14
1. Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita
sampai batas waktu yang ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati.
2. Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat
disiarkan langsung dengan menyebutkan identitas sumber berita, tetapi
dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan
lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu
karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan
bersangkutan sendiri.
3. Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang
mengandung arti sama diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan
wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus
dinyatakan secara tegas oleh sumber berita kepada wartawan bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang
dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber
lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
PASAL 15
Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
PASAL 15
Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan
sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan
berikrar untuk menaatinya.
PASAL 16
Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN
PASAL 16
Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masing-masing wartawan.
PASAL 17
Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi
dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan
Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan
terhadap wartawan dan atau medianya berdasar pasal-pasal dalam Kode
Etik Jurnalistik ini.
PENAFSIRAN
PASAL 17
1. Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya
kesadaran profesional. Hanya PWI yang berhak mengawasi pelaksanaannya
dan atau menyatakan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan.
2. Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana maupun perdata.
Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau
penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan
kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan
ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur
dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar